Sebagian diriku menjawab, "Pada mulanya kita adalah makhluk-makhluk yang tidak mengenal Cinta. Kita berhubungan seks dan mempunyai keturunan dengan banyak orang. Namun, pada suatu masa di epos sejarah evolusi manusia, sesuatu berubah. Kita mulai menyadari bahwa kehidupan yang seperti itu tidak bisa menjamin keamanan dan kelangsungan hidup bagi keturunan kita. Kita terlalu sibuk berhubungan dengan orang lain, sehingga melupakan anak-anak kita. Dan, kau tahu, bayi manusia memerlukan waktu lebih lama untuk mandiri dibandingkan dengan bayi hewan lain. Oleh karena itu, alam membentuk suatu mekanisme penstabil yang mengikat orang tua satu sama lain dalam mengurus anak, dalam hal ini Cinta; bahkan, ini juga berlaku bagi mereka yang mencintai sesama jenisnya. Sekalipun mereka tidak berreproduksi, Cinta menyatukan mereka untuk membantu merawat generasi spesiesnya, sesuatu yang disebut dengan kin selection."
Ia lalu melanjutkan, "Teman, sesungguhnya apa yang kau sebut dengan Cinta itu hanya ada di otak. Otakmu memberikanmu dopamin yang membuatmu mabuk kepayang ketika kau sedang jatuh cinta, dengan efek yang sama dahsyatnya ketika kau menggunakan narkotik. Ia juga memberikanmu serotonin, yang menyebabkanmu tidak bisa memikirkan apapun kecuali ia yang kau cinta; dan norepinefrin, yang membuat jantungmu berdebar-debar setiap kau bertemu dengannya. Ketika kau ingin bercinta, maka testosteron dan estrogenlah yang berkuasa atas otakmu. Dan, pada akhirnya, ketika kau dan ia yang kau cinta memutuskan untuk berkeluarga, oksitosin dan vasopressin menyatukan kalian berdua sampai akhir hayat."
Bagian diriku yang lainnya menjawab, "Aku tidak mengerti apa itu sebenarnya Cinta. Namun, beberapa orang besar pernah menceritakannya kepadaku. Ada yang bilang, bahwa Cinta adalah anugerah dari Eros dan Aphrodite. Yang lain mengatakan, bahwa Cinta adalah tentang mengorbankan dirimu untuk menanggung beban dunia dan orang lain yang menderita ini, untuk mengambil jalan Bodhisatwa. Sesungguhnya atas ini aku tidak paham benar, namun aku percaya pada mereka."
Ia mengambil napas sebentar, sambil kemudian menengadah ke langit, seperti sedang mencoba mengingat sesuatu.
"Ada pula orang lain yang mengajariku, bahwa Cinta itu sabar dan murah hati. Cinta itu tidak cemburu. Cinta itu tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Cinta itu tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Cinta itu tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Cinta itu tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Cinta itu menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, dan sabar menanggung segala sesuatu. Orang yang satu ini begitu naifnya berkata 'Nubuat akan berakhir dan pengetahuan akan lenyap, namun Cinta tidak berkesudahan.' Menggelikan memang, tetapi entah mengapa aku percaya. Sama seperti aku mempercayai perkataan Ia yang bersabda, bahwa mencintai sesama manusia sama seperti kita mencintai diri kita sendiri adalah hal yang sama pentingnya dengan mencintai Tuhan dengan segenap apa yang kaupunyai", katanya panjang lebar.
Tiga, empat menit berlalu. Hanya angin yang menerpa perlahan. Menghanyutkan waktu bersama kesunyian.
Kesunyian itu pada akhirnya dibuyarkan oleh bagian diriku yang satunya lagi. "Aku sebenarnya ingin berpendapat. Namun, sayang sekali, yang kupunya hanyalah persamaan dan kumpulan bilangan. Aku tidak bisa menjelaskan lebih lanjut dari sekedar teori penawaran dan permintaan. Hei, bukankah Cinta itu juga merupakan permintaan dan penawaran? Kadang-kadang, jika penawaran disambut dengan permintaan, maka terciptalah ekuilibrium. Jika tidak, maka terciptalah sakit hati. Bukan begitu?", demikian kelakarnya.
Sang Penanya mengernyitkan dahinya mendengar jawaban yang makin lama terdengar makin janggal.
Aku melihat kegelisahan di raut muka bagian diriku yang lain. Seperti anak kutu buku di kelas yang ingin mengemukakan pendapat namun namun tidak bisa merangkai kata-kata.
"Jika engkau mau, aku dapat menjelaskan teori lain kepadamu. Teori permainan mampu mengungkapan berbagai fenomena interaksi manusia yang nampaknya tidak bisa dijelaskan dengan angka. Padahal, sebenarnya bisa saja. Aku bisa menjelaskan bagaimana caranya ketika engkau melihat gadis manis di sebuah kafe, lalu ingin mendekatinya. Aku bisa menjelaskan bagaimana ketika engkau menjadi korban harapan palsu. Aku bisa menjelaskan bagaimana cara mencari ia yang kau cinta secara optimal. Bahkan, aku bisa menjelaskan kombinasi agar berbagai macam orang bisa memiliki masing-masing pernikahan yang stabil. Sayangnya, tidak ada yang bisa menjelaskan padamu apa itu Cinta."
Angin pun berhenti bersamaan dengan tenggelamnya kami dalam ketidaktahuan. Aku mulai berpikir bahwa menanyakan apa itu Cinta adalah sama saja dengan menanyakan apa itu keindahan. Tidak berguna dan tidak penting. Kita tidak pernah punya definisi yang pasti tentang keindahan. Plato, Kant, Hegel, Dostoyevsky, Hume, dan Heidegger punya definisi sendiri-sendiri tentang keindahan, namun kesemuanya tidak lengkap dan membingungkan. Kita semua tahu apa itu hal yang indah dan yang tidak indah meskipun kita tidak pernah tahu definisinya. Seperti halnya kita tahu orang yang sedang mencinta dan yang tidak. Meskipun pertanyaan tentang apa, atau mengapa, atau kapan, atau dari mana tidak akan pernah selesai terjawab.
"Lalu, apa Cinta menurutmu? Menurut hatimu?"
Ah. Sang Penanya tidak tahu rupanya, bahwa hatiku sudah menjelma menjadi lubang hitam. Yang kosong, tidak berdasar, dan gelap minta ampun.
"Kupikir Cinta itu seperti suatu sengatan yang menyenangkan yang menusuk tepat ke jantung. Seperti penjara, atau neraka. Tergantung siapa yang engkau tanya."
Ucapanku tidak pernah terdengar seyakin ini.
"Cinta adalah kekuatan yang menjalankan dunia ini. Ialah yang menciptakan jutaan lagu dan puisi, di antara kebahagiaan dan ratapan. Dia pula yang melahirkan pahlawan-pahlawan dan martir, yang merelakan nyawanya demi hal yang lebih penting, yakni Cinta itu sendiri. Namun, Cinta juga melahirkan penjahat-penjahat paling kejam yang pernah ada di dunia, ketika Ia menyeret mereka kepada harta, kekuasaan, dan kekecewaan. Cinta ada di mana-mana. Dia hadir kepadamu di siang bolong, dan hadir di mimpi-mimpi terindahmu di malam hari. Dia memandu jiwamu seperti cahaya mercusuar di malam hari, memastikan kau tahu secara tepat di mana engkau akan berlabuh. Cinta itu Maha Ada. Cinta itu seluruh semesta. Cinta itu Tuhan. Tuhan itu Cinta."
Sang Penanya tersenyum simpul, dan dengan suara yang halus bak anak kecil ia bertanya kembali:
"Bukan. Apa itu Cinta?"
Barusan aku sadar, bahwa Sang Penanya adalah hatiku sendiri.
"Maafkan aku. Aku tidak tahu."
Aku benar-benar tidak tahu.
Teruntuk #7HariMenulis dan gadis manis di sebuah kafe.