Wednesday, May 1, 2013

Selamat Hari Buruh

Saya tidak punya waktu banyak untuk menulis sesuatu yang komprehensif saat hari buruh kali ini. maka ijinkan saya menulisnya beberapa buah pikiran saja.

Pertama, apakah demo menuntut kenaikan upah selalu inheren dengan semakin sulitnya keadaan bagi pengusaha juga semakin suramnya iklim investasi? Simpelnya, mungkin saja, namun bagi pengusaha kelas kecil dan menengah, tentu saja. Konglomerat semacam Chairul Tandjung atau Harry Tanoe (yang bisa mengundang David Foster untuk ulang tahun anaknya) saya rasa tidak akan jatuh miskin karena kenaikan upah pekerjanya. (Bagaimana win-win solution untuk pengusaha kecil/kelas menengah? Pemenuhan kewajiban menaikkan upah buruh sedikit-sedikit secara bertahap, misalnya dengan pembuktian laporan keuangan untuk menunjukkan omsetnya).

Selanjutnya, mari kita bandingkan pula Foreign Direct Investment/investasi dari luar negeri yang kita terima dengan Malaysia, yang seringkali diagung-agungkan oleh beberapa dari kita yang punya permasalahan inferiority complex. FDI kita tahun 2012 adalah sebesar US$ 23 milyar, naik 23% dari tahun kemarin*). Sementara Malaysia hanya menerima FDI sebesar 34,8 milyar ringgit pada 2012, atau setara dengan US$ 11,38 milyar dengan kursi 31 Desember 2012. Pun lagi, rencana gabungan pengusaha Jepang Kaikeren untuk merelokasikan beberapa pabriknya di Indonesia, Apple yang berencana untuk berinvestasi sebesar 3 milyar dolar di Indonesia, juga Toyota yang mengucurkan dana 13 triliun rupiah untuk berinvestasi ke sini. Belum lagi British Petroleum, Foxconn, Honam, Unilever, dan lain-lain. Jika ada yang bilang bahwa kenaikan upah buruh hanya akan membuat perusahaan asing enggan berinvestasi, katakan saja mereka berbohong.

Dan kalaupun kita kalah "kompetitif" dari segi upah buruh dengan negara-negara yang tidak memperhatikan kesejahteraan dan hak-hak pekerja macam China atau Vietnam atau Kamboja, saya tidak mengerti kenapa negara harus memprioritaskan ke-"kompetitif"-an kita ini dibandingkan kesejahteraan rakyatnya.

Kedua, lalu bagaimana dengan meritokrasi (gampangnya, yang kerja keras/paling pintar yang berhak bertahan dan mendapat upah besar) yang menjadi kredo dari sistem pasar bebas jika kita menaikkan upah buruh? Pertama-tama, sistem meritokrasi tidak serta merta membawa efisiensi dan kemakmuran. Dari mulanya, tidak pernah ada equality of opportunity yang menjamin terciptanya sistem merit yang adil. Tidak semua orang mendapatkan akses ke pendidikan, penghidupan, dan kesehatan yang sama dengan kaum privileged seperti kita. Kesenjangan tercipta karena power imbalance antara kelas pekerja dan kaum elit sudah berlangsung begitu lama (mereka yang privileged mempertahankan hegemoni dengan cara mentransfer kekayaan atau kedudukan bagi keturunan/keluarga/teman mereka), sehingga cara untuk memutus dominasi ekonomi tersebut hanyalah dengan cara pajak, atau membiarkan buruh menuntut penghidupan yang layak. Kaum elit sudah menang berulang kali, dan kini saatnya mereka mendengarkan kaum pekerja (dan kenapa kenaikan upah buruh selalu diikuti dengan pemecatan, dan bukan penurunan gaji CEO dan manager?). Bagaimana kita bisa dengan santainya komplain terhadap kaum buruh, jika kondisi seperti jam kerja, upah lembur, jaminan sosial, serta pelarangan tenaga kerja anak-anak serta diskriminasi di tempat kerja kesemuanya adalah hasil revolusi mereka, dan kita hanya tinggal menikmati? Kedua, dengan naiknya upah buruh, ada consumer spending yang muncul dari mereka untuk menguatkan pasar domestik**), yang nantinya mendorong pertumbuhan ekonomi. Ketiga, dengan naiknya kesejahteraan mereka, ada kemampuan dari mereka untuk berinvestasi kepada masa depan, misalnya, pada pendidikan. Dengan terjaminnya pendidikan bagi anak-anak mereka, akan berpengaruh secara agregat nasional kepada peningkatan human development index serta ketersediaan tenaga kerja yang lebih berpendidikan. Setidaknya, secara teori seperti itu.

Selamat hari buruh***)!

P.S.:

*) Saya tidak sempat mengikutsertakan tautan-tautan mengenai data dan fakta-fakta yang terkait dengan tulisan ini, karena saya sedang lembur hari ini.

**) Selain itu, sebagai cushion bagi inflasi, di mana ekses dari inflasi itu sendiri pada akhirnya mendisipasi ke pengusaha dan penjual barang dan jasa sebagai tambahan income bagi mereka juga, dan akhirnya menggerakkan ekonomi domestik secara keseluruhan.

***) Bukan bagi buruh yang menolak membayar iuran jaminan kesehatan sebesar Rp40.000,00. Demi tuhan, kalian ini seharusnya menjadi sosialis!