"Blessed are the hearts that can bend; they shall never be broken." - pengarangnya tidak diketahui. Sering disalahatributkan kepada Albert Camus.
--------
Pada mulanya adalah firman: "brocen wurde"; "telah hancur". Lalu, pelan-pelan, kuukir kata-kata itu menjadi sebuah epitaf imajiner di dalam dada. Mungkin memang - entah bagaimana - nasib menabhiskan aku menjadi sebuah gelombang soliton; ombak yang menjelajah lautan luas dengan kecepatan dan juga kesunyian yang konstan. Sementara dirimu adalah mercusuar, yang tegak menjulang dengan cahaya yang membutakan.
Ketika hidup merangsek dan menerjang tiba-tiba dalam kegelapan, siapakah yang hendak kujadikan pelita? Dirimu terlalu jauh, terlalu tinggi di atas tebing karangmu yang curam. Musim panas telah beranjak, digantikan oleh musim dingin yang kejam. Dan badai-badainya yang membekukan telah menghempaskan aku lagi dan lagi ke pantaimu. Hancur memecah menjadi sisa-sisa zarah.
Kau dan pantaimu adalah tempat yang magis. Benar, sayang, aku melihat keajaiban di matamu terang menyala bak seribu matahari. Terus terbakar dari lima tahun yang lalu dan tak pernah mati. Bagiku kau bukanlah penunjuk arah tempat di mana aku harus berhenti. Kaulah tempat aku harus melabuhkan diri.
Namun, sebuah ombak soliton tidaklah cukup besar untuk menjangkaumu. Untuk memelukmu dalam keabadian dan memujamu bagaikan dewi-dewi surgawi. Maka, aku hanya berharap agar gelombangku cukup kuat untuk membawaku pergi, saat bulan purnama menjejak langit pantaimu malam ini.
Kulihat cahayamu menembus pekatnya kabut dini hari. Aku pergi dalam diam, bersama pasang naik dan angin laut yang membawa rindu-rinduku serta. Selamanya.
Di atas, Tuhan mengangguk sambil tersenyum. Tak terlihat sedikitpun di paras wajah-Nya sebuah ironi.
--------
Frasa "brocen wurde" diambil dari puisi "The Battle of Maldon". Sebuah puisi Inggris Kuno, berasal dari tahun yang tidak diketahui. Bercerita tentang pertempuran Maldon yang terjadi pada tahun 991.
No comments:
Post a Comment