Wednesday, October 7, 2015

Tentang Cinta yang Menua

Kita masih muda, sayang. Kita hanya merasa dikejar usia, dikejar cita-cita. Terlalu sering berlari, tanpa ada waktu untuk berpikir, tanpa ada waktu untuk menangis. Lantas cermin-cermin seakan selalu memantulkan betapa tuanya kita. Mempertontonkan kekalahan kita.

Tak ada yang perlu dikhawatirkan, sayang, biar matahari hari-hari ini sedang dingin dan senja selalu gelap. Kita hanya perlu mencinta. Entah seberapa besar. Entah sampai kapan. Rasanya tidak perlu ditanyakan. Bagiku itu cukup, dan semoga cukup juga bagimu.

Semoga telingaku juga cukup bagimu untuk mendengarkanmu saat kau sedang lelah dan marah pada dunia. Semoga pelukanku cukup bagimu untuk menghangatkanmu saat kau sedang menggigil. Karena aku tak punya apa-apa dan tak tahu apa-apa tentang jalan nasib dan sisa waktu kita. Semoga aku, dalam bagian umurmu, menjadi salah satu di antara penanda-penanda bahagiamu.

Tak ada lilin dan kue malam ini. Doa-doa sudah terucap seperti biasa. Kini saatnya berlayar lagi. Temukanlah bintang selatanmu. Menjelajahlah. Janganlah lupa untuk sesekali menikmati samudera, serta berbuat baik kepada semesta. Kelak jika perahumu sudah penuh, atau sauhmu terasa lebih berat dari biasa, aku akan ada sebagai tempatmu pulang. Kujanjikan akan selalu ada cinta di rumah yang menyambutmu pulang.

Selamat ulang tahun.